LISTEN WITH YOUR HEART
MENJADI PENDENGAR YANG BAIK
Setelah melalui 17 hari tantangan Komunikasi Produktif yang secara tertulis hanya bisa di publikasikan dalam 14 hari walaupun fakta dilapangan sebenarnya jauuhh lebih panjang ceritanya mugkin dalam sehari bisa jadi bahan tulisan untuk satu minggu 😆 saking banyaknya percakapan dan interaksi saya bersama anak-anak.
Dari proses tantangan tersebut, saya terutama yang selama ini paling gampang memproduksi kata alias cerewet kembali belajar bahwa siapapun jika ingin menjadi pembicara yang baik, memproduksi output kata yang baik, maka terlebih dulu jadilah pendengar yang baik.
"A good speaker is a good listener"
Sebuah kutipan terkenal dalam dunia public speaking yang dulu sering diucapkan berulang-ulang oleh coach debate kami saat latihan.
Kalimat tersebut selalu menjadi reminder bahwa saat tim lawan sedang menyampaikan argumennya kita harus mendengarkan dengan baik tiap poin yang disampaikan, bahkan sampai harus mencatatnya. Sehingga nanti saat tiba waktu kita untuk berbicara maka poin sanggahan dan solusi yang ditawarkan akan tepat sasaran. Skor tertinggi pun bisa diraih.
Kenapa saya bisa melupakan ilmu itu selama ini?
Sebenarnya tidak melupakan, hanya saja lerlewatkan. Kemudian datanglah tantangan KomProd yang kembali mencerahkan dan menjadi PLAK moment buat saya untuk kembali menerapkan itu.
MENDENGARKAN DENGAN HATI
Karena menjadi pendegar yang baik itu tidak cukup hanya dengan dua telinga saja, tapi pikiran dan hati yang terbuka untuk mau mendengarkan itu yang terpenting.
Selama kurleb 2 minggu tantangan kemarin saya lebih banyak fokus menghadapi anak sulung saya yang memang sedikit berbeda. Dalam sehari saya luangkan 30 menit waktu bersama dia untuk benar-benar bisa fokus dalam memahaminya. Mengamati raut wajahnya yang makin menegas, mendengarkan suaranya yang makin jauh berbeda saat dia masih TK dulu, melihat tingkahnya yang semakin kreatif dan yang terpenting menangkap isi hatinya yang kian penuh. Berbagi cerita keseharian dia di sekolah, mengapa tidak mau menulis, mengapa sering buang penghapus teman dan mengapa-mengapa lainnya yang selama ini sering saya lewatkan. Dari situlah kami kemudian merasa lebih dekat, kata-kata yang saya ucapkan pun lebih terarah dan tertata. Lebih memotivasinya ketimbang mengkritiknya, lebih memaafkannya daripada menyalahkannya.
"Mas seneng ya kalau didengerin Mama gini?"
"Ya seneng"
"Mama juga seneng banget kalau omongan Mama didengarkan sama Mas"
Kami pun berproses untuk saling mendengarkan untuk didengarkan.
Moms, listen with your heart kedengarannya lebih gampang dinyanyikan daripada dipraktekkan sih ya. Tapi saya yakin, seorang Ibu memang diciptakan dengan fitrah perasaan yang peka. Dengarkan dengan perasaan, maka ucapanmu akan sampai dengan penuh perasaan pula. Saat kita mendengarkan dengan hati, perkataan yang kita ucapkan juga keluar dari hati. Perkataan yang kita ucapkan dengan hati akan sampai ke hati.
Komentar
Posting Komentar