DAY TEN: MASIH ADA KEJUTAN DARI SI SULUNG YANG LUAR BIASA
Belum bisa move on dari beberapa hari yang lalu dimana Mas Nizam bikin burung kertas ditengah pelajaran dan tidak mau nulis. Siang tadi sepulang sekolah lagi-lagi saya dapat "kejutan" baru.
Entah kenapa sejak pagi tuh kayak pengen aja anterin Mas Nizam berangkat sekolah seperti biasanya walaupun sempet tersirat nyuruh dia naik sepeda aja dan kebetulan doi keberatan berangkat sendiri jadi saya antarkan seperti biasa.
Jam pulang sekolah pun tiba, seperti biasa saya dan rombongan (Baca: emak dan 2 anak balita) udah nangkring di depan pagar sekolah. Kali ini agak beda karena posisi motor saya parkir di samping gerbang sekolah yang tempatnya lumayan teduh dan agak tersembunyi tapi bisa langsung lurus melihat ke kelas Mas Nizam. Saya dan 2 krucils nongkrong di atas motor sambil memandangi pintu kelas 1C yang masih tertutup.
Tidak lama kemudian pintu dibuka dan beberapa anak kelas lain juga sudah mulai keluar dari kelasnya. Mas Nizam pun mulai terlihat keluar dengan gaya muter-muternya yang khas. Khasnya adalah ketika rute jalan dari kelas ke gerbang itu bisa lurus aja, si Mas tuh suka muter bikin arah sendiri. Belok kanan dulu lewat ruang guru, trus nyebrang ke kelas sebelah, baru nongol di depan gerbang lewat parkiran. Pokoknya bikin rute zig-zag lah kira-kira. Dan tidak seperti anak lain yang rata-rata bergerombol jalan bareng temannya, dia tuh selalu jalan sendirian 😅.
Sampai akhirnya dia berjalan menuju kami yang sudah menuggunya sambil sedikit nyengir karena mulai kepanasan.
Kira-kira jarak 1 meter dari motor tuh tiba-tiba ada seorang Bapak yang menghampiri Mas Nizam seolah mencegah dia lewat, kemudian membungkukkan badan di depan Mas Nizam sambil megang pundak dan melontarkan pertanyaan kurang lebih begini...
"Eh, kamu ya yang namanya Nizam? Iya?"
Sambil memegang pundak Mas Nizam.
Volume suaranya sih rendah tapi intonasinya bener-bener mengintimidasi menurut saya. Secara saya lihat langsung dan denger dengan jelas kejadian pas dihadapan saya.
Saya aja yang lihat kaget dan sedikit "keteggengen" semacam speechless yaah apalagi Mas Nizam yang berhadapan langsung.
Dengan polosnya Mas Nizam merespon pertanyaan tadi dengan anggukan tanpa sepatah kata pun.
Sesekali matanya melirik ke arah saya.
Masih saya amati dan cermati dulu.
Tanpa interupsi Si Bapak melanjutkan dengan kalimat teguran
"Kamu suka lempar-lempar penghapusnya Kian ya?"
Masih sama dengan intonasi intimidasi dan tangan memegang pundak Mas Nizam.
Melihat anak udah mulai tidak nyaman dan seolah meminta pertolongan, sebagai seorang emak yang ngerasa mengandung, melahirkan, dan merawat kurleb 6.5 tahun pasti merasa tidak terima donk yaa.
"Kenapa Pak??"
Suara khas emak2 dengan sedikit nyolot tiba-tiba memecah ketegangan dan mengagetkan Bapak itu.
Pasalnya ternyata dia gak sadar kalo saya, emak-emak yang dari tadi jadi penonton rupanya yang punya anak yang sedang dia persekusi 😆 hihiii (maaf agak sadis)
Sontak donk tu Bapak kaget dan lanjutin ceramah
"Ini loh suka buang-buang penghapus anak saya"
"Sampeyan siapa? Ibunya ta?"
"Iya saya Mamanya, kenapa Pak? Apa penghapusnya sering hilang?"
Sambil narik Mas Nizam dari muka Bapaknya. Berusaha membuat Mas Nizam merasa aman karena ada emaknya yang melindunginya.
Saya hanya ingin mengonfirmasi tuduhan Bapak itu dengan fokus eye contact ke Mas Nizam sambil bertanya,
"Bener gitu Mas?"
"Mas Nizam buang penghapusnya Kian?"
Mas Nizam dengan raut muka bersalahnya secara tidak langsung meng8onfirmasi kalau itu benar.
"Cuman 1x thok Ma"
"Yawes tak carinya di kelas ya"
Dengan polosnya dia mengklarifikasi. Dan hampir bergegas seolah mau lari masuk ke kelas lagi untuk mencari peghapus yang hilang.
Si Bapak ikutan nyolot lagi
"Sering loh kata si Kian suka gangguin kalau di kelas, sampai sering nangis kalau pulang sekolah"
Dengan sedikit terpancing emosi saya pun menimpali si Bapak dengan permintaan maaf dan menyusun kalimat seproduktif mungkin.
"Mohon maaf ya Paak kalau Nizam buang peghapus Kian, sering hilang ya Pak penghapusnya? Gimana kalau kita ganti ya Pak".
"Mas Nizam tolong diganti ya penghapusnya Kian"
"Oh ndak usah, gak perlu ganti"
Sambil kibas-kibaskan tangan seolah menolak.
"Bukan itu saya cuman mau menegur saja biar tidak diulangi lagi"
Makin panas donk gueeh
"Yaa harap maklum Pak namanya juga anak-anak. Saya seneng kok anak saya ditegur kalau berbuat salah tapi ada caranya yang baik buat negur anak-anak. Jangan ujug-ujug nyelonong pegang pundak dengan nada intimidasi gitu donk Pak. Kan bisa ngomong baik-baik. Tidak perlu langsung ke anaknya gitu juga"
Bla bla blaa blaaa...
Si Bapak juga debat kusir donk akhirnya sama saya.
Intinya dia tuh kekeh caranya negor udah bener.
Endinya dia ngacir sama anaknya yang udah jalan duluan.
Mas Nizam tetap saya perintahkan untuk minta maaf.
Dengan polosnya dia mengejar Kian yang ngibrit didepan Bapaknya. Si Bapak juga gak ada inisiatif nyuruh anaknya maafin si Nizam padahal sampe dikejar-kejar loh.
Intinya tetap saya menerima segala bentuk tegoran, kritik dan saran membangun untuk anak saya apalagi ketika mereka berbuat salah. Tapi please pahami aturan mainnya donk.
Dear parents, sebagai orang dewasa dealing with kids seharusnya bisa lebih baik dari kejadian tadi.
Menegur anak secara langsung dengan tindakan intimidasi sangatlah tidak produktif. Sebaiknya urusan menegor diselesaikan dengan sesama orang dewasa. Lapor kepada guru misalnya, atau antar orang tua saya rasa cukup efektif. Tidak perlu melibatkan anak kecil secara langsung karena disaat kita emosi di luar, saya yakin tadi di dalam kelas mereka bercanda dan bermain bersama.
Please, jadilah orang tua yang bijak. Pahami hak dan kebutuhan anak sesuai usianya. Teguran yang produktif adalah dengan nasehat yang membangun. Nasehat pun sebaiknya dari orang tuanya bukan orang lain. Jangan sampai menimbulkan memori traumatis kepada anak. Untungnya Alloh menghendaki saya berada di situ tepat menyaksikan langsung dan tau pasti kejadian sebenarnya. Jadi saya bisa memulihkan ketegangan dan ketakutan yang mungkin dialaminya.
FYI ya Moms, saya yang lihat aja ikutan takut banget loh tadinya saya berpikir kalo anak saya tuh ninju/mukul/menyakiti temennya. Ternyata sebatas keusilan dan keisengan anak-anak di kelas. Memang tidak boleh dibiarkan. Tapi yaah, dimana-mana soal alat tulis itu emang rawan hilang dan ketlisut hehehe.
Si Nizam juga dari TK sering berangkat bawa pensil 2 biji dan penghapus saat pulang sudah tidak berbekas lagi.
Lesson learned today that:
1. Orang tua harus sebisa mungkin bersikap ramah anak di dalam situasi apapun sekalipun marah dan emosi.
2. Sekalipun anak berbuat salah tetap dengarkan mereka, berikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat kemudian beri arahan dan penjelasan tentang perbuatan salah dengan bahasa yang mudah diterima.
3. Jangan pernah lupa untuk menyuruh mereka meminta maaf jika berbuat salah dan menerima permintaan maaf ketika dimimtai maaf oleh temannya.
Alhamdulillah bersyukur masih diberi teguran oleh Alloh SWT. Artinya pekerjaan saya sebagai Ibu tidak bisa dibuat santai. Saya harus lebih sering mengobservasi anak-anak saya. Mungkin selama ini saya kurang perhatian dan sedikit keras pada Mas Nizam yang notabene anak pertama. Huhuu
Akhirnya saya putuskan bahwa weekend ini saya tidak akan memegang gadget kecuali waktu mereka tidur. Supaya saya benar-benar bisa mengamati mereka dan ada bersama mereka 100% secara fokus.
Bismillaah, anakku hebat!
Komentar
Posting Komentar